Selasa, Maret 10, 2009

Apakah Alam Semesta dan Kita Benar-benar Ada?

Persepsi berasal dari kata bahasa Inggris perception yang bermakna tindakan dari perasaan; dikenal oleh perasaan atau akal sehat; ditangkap oleh organ tubuh jasmani, atau oleh pikiran apa yang diperkenalkan kepada mereka; pembedaan; penangkapan; pengamatan. Sedangkan di dalam ilmu psikologi, persepsi bermakna pengorganisasian mental dan penafsiran atas informasi yang diterima.


Proses terbentuknya persepsi adalah proses kelahiran sebuah pengetahuan. Pengetahuan kita akan sesuatu hal selalu dimulai dengan proses penangkapan informasi oleh indrawi kita – mata (penglihatan), telinga (pendengaran), hidung (penciuman), lidah (perasa) dan kulit (peraba) – kemudian berkas informasi yang diterima oleh indera kita disampaikan berupa sinyal-sinyal listrik ke otak dengan bantuan syaraf dan plasma sel. Berdasarkan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya informasi tadi diolah dan ditanggapi sebagai sebuah persepsi. Kesadaran kita mendapatkan gambaran berdasarkan persepsi yang terbentuk tadi, dan kita pun memiliki sebuah pengetahuan. Begitulah kira-kira sebuah persepsi terbentuk dan pengetahuah lahir dari sebuah persepsi.


Sebagai contoh adalah ketika kita membaca sebuah buku, kita sedang menggunakan satu buah indera utama yakni mata. Mata menangkap pantulan foton-foton cahaya dari buku yang membawa gambaran huruf-huruf dalam bentuk cahaya dengan frekuensi berbeda-beda melalui lensa mata. Kemudian bayangan huruf yang terbalik diterima titik api atau retina mata yang terletak di bagian belakang bola mata. Cahaya yang jatuh di retina mata ini diubah menjadi sinyal-sinyal listrik dan diteruskan oleh syaraf-syaraf neuron ke sebuah bintik kecil di bagian belakang otak yang disebut pusat penglihatan. Setelah mengalami sederetan proses sinyal listrik diubah kembali menjadi gambaran bayangan huruf-huruf. Di bintik kecil inilah proses penglihatan terjadi.


Selesaikah sampai di situ? Tentu saja belum selesai. Gambaran bayangan huruf-huruf tadi belum dimengerti oleh kita. Rekaman pengetahuan tentang huruf dan pelajaran membaca yang sudah direkam di otak akan dibandingkan dengan informasi yang baru datang, maka kita pun mengenalinya sebagai huruf-huruf, kata-kata dan kalimat. Terakhir pengetahuan-pengetahuan kita yang lain dan tersimpan di otak akan terus dibandingkan dengan semua informasi yang masuk. Setelah itu terjadi proses berpikir yang sangat kompleks untuk mengolah data yang masuk. Dan hanya dalam hitungan beberapa detik atau menit sebuah persepsi akan terbentuk dan kita pun berkata dalam hati, “Oh, ternyata begini caranya”. Lahirlah sudah sebuah pengetahuan.


Persepsi yang terbentuk tidak pernah sama pada semua individu disebabkan perbedaan pada kemampuan fungsi organ indera, syaraf-syaraf, otak dan bagian tubuh lainnya serta pengetahuan yang sudah tersimpan sebelumnya. Persepsi yang berbeda membuat pemahaman, pengertian dan pengetahuan yang terbentuk juga berbeda.


Sebagai contoh adalah rasa masakan. Satu orang mengatakan terlalu asin, yang lain mengatakan cukup, sedang yang lainnya merasa manis. Kalaupun terjadi kesamaan pendapat itu hanyalah karena sebab sosial, seperti perasaan tidak enak kalau berbeda, tidak mau ribut dan sebagainya, tetapi secara ilmiah pasti tidak akan pernah sama.



Materi alam semesta ada karena menurut persepsi kita ada


Kita semua pasti pernah suatu saat tidak menyadari keberadaan benda-benda di sekitar kita. Pada saat lampu padam misalnya. Suasana gelap gulita membuat kita tidak bisa melihat apa pun. Kita bisa menabrak apa saja apabila mencoba berjalan di ruangan yang gelap di rumah kita. Ternyata ketiadaan cahaya membuat kita kehilangan persepsi tentang isi rumah kita. Satu-satunya bekal kita adalah memori yang menyimpan semua informasi posisi benda-benda di rumah kita menurut yang pernah kita lihat. Kita harus mengingat semua letak benda-benda itu, kalau tidak, ya kita harus berjalan dengan meraba-raba untuk mendapatkan korek api atau senter sebagai sumber cahaya.


Contoh di atas baru dari satu indra, yakni indra penglihatan atau mata. Masih ada indra lainnya yang juga sangat berperan dalam membentuk persepsi kita tentang alam sekitar kita, yakni pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Kelima indra ini yang memberi bentuk kepada kita tentang alam sekitar dan alam semesta ini.


Kalau ternyata alam semesta ini keberadaannya sangat ditentukan oleh persepsi kita, dan persepsi kita sangat ditentukan oleh panca indra kita, tidak salah rasanya kalau disimpulkan bahwa alam semesta ini dikatakan ada karena panca indra kita mengatakannya ada disertai informasi bentuk dan rupanya.


Seperti telah disebutkan di atas bahwa persepsi setiap orang tidak pernah sama disebabkan perbedaan organ tubuh yang berperan, maka keberadaan alam semesta ini pun tidak sama menurut setiap orang. Dengan kata lain masing-masing orang mempunyai gambaran yang berbeda tentang alam semesta yang dilihatnya.



Keberadaan, bentuk dan rupa alam semesta diragukan kebenarannya


Seperti diuraikan di atas tadi bahwa keberadaan, rupa dan bentuk alam semesta adalah berdasarkan informasi dari indrawi kita, yang kesemuanya itu diolah di otak kita dan dijelaskan berupa persepsi. Berarti alam semesta yang luas ini – menurut persepsi kita – sesunguhnya dan sebenar-benarnya hanya berada di bagian terkecil dari otak kita, di dalam sebuah sel yang disitu membentuk gambaran.


“Lho, laptop ini kan saya lihat dan sentuh, maka dia ada”. Benar anda melihat dengan mata dan menyentuhnya dengan ujung jari anda. Tapi bentuk yang anda lihat dan anda rasakan itu adalah sinyal-sinyal listrik yang ada di otak anda, yang kemudian lahir dalam bentuk sebuah persepsi. Jadi gambaran laptop yang anda persepsikan di otak anda, itulah hasil dari penglihatan dan perabaan. Anda hanya melihat hasil gambaran dan persepsi di otak, begitu juga hasil rabaan ujung jari anda. Syaraf-syaraf di ujung jari anda mengubah kekasaran dan kehalusan bentuk menjadi sinyal-sinyal listrik, kemudian ujung-ujung syaraf menghantarkannya ke otak anda dan mengolahnya bersama hasil penglihatan menjadi sebuah persepsi bernama laptop.


Nah, kalau seluruh alam semesta ini, termasuk juga semua pengetahuan kita tentangnya – berarti termasuk juga tubuh kita dan kesadaran kita ini – adalah hasil persepsi di otak kita, maka pertanyaan kita adalah benarkah bentuknya seperti itu? Atau pertanyaan yang lebih ekstrim lagi adalah benarkah alam semesta dan kita ini ada dengan sebenar-benarnya? Ataukah yang ada selama ini hanya merupakan hasil persepsi kolektif semua manusia yang keliru tapi terlanjur dipercaya keberadaannya?




Sumber gambar : http://www.geocities.com/yhaadee/newuniverse.jpg

4 komentar:

  1. Einstein juga mengatakan hal serupa, bahwa segala sesuatu yg ada di semesta ini adalah hasil kreatif pikiran yang sangat kuat dan sulit untuk dibantah. Tapi yang belum ketemu jawabannya kenapa penerimaan sinyal listrik setiap orang PASTI SAMA! Misalnya bila anda melihat sebuah mobil Livina, maka ya bentuknya juga sama dg persepsi orang lain.Ga mungkin orang mempunyai persepsi yg berbeda tentang LIVINA! Btw sangat menarik untuk diketahui...

    BalasHapus
  2. postingannya bagus bro,,,maju terus ya,,,lam kenal

    BalasHapus
  3. Gue pernah baca hal ini di buku keren ttg Islam "Mengenal Allah lewat akal" karya Harun Yahya. Atau versi Englishnya "Allah is know through reason". Dan emang sangat logis seperti yg loe tulis di blog.

    Ada yg lebih menarik lagi. Jangan omongin alam semesta deh. Gemana dengan tubuh kita. Gemana kita bisa tau persepsi ttg tubuh kita sendiri? Jangan2 tubuh kita juga persepsi ... Betul sekali. Kita cuman persepsi. Jadi tubuh kita sebenernya nggak ada. Tapi dibalik itu semua, kita tau. Sebenernya nyawa/jiwa/spirit kita yang menerima itu semua.

    Bisa bayangan nggak kemampuan yang MAHA KUASA untuk mengatur semua persepsi itu secara konstan dan kuat ke semua nyawa manuasia yg dia pegang. Sehingga kita menerima dalam frekuensi yang bisa kita mengerti dengan baek.

    Versi Indonesia:
    http://www.harunyahya.com/indo/buku/akal001.htm

    Versi English:
    http://www.harunyahya.com/A_tr.php

    BalasHapus
  4. Trims atas semua komentar. Entar aku bikin tulisan kenapa semua persepsi kita sama. Pertanyaan yang brilian.

    BalasHapus