Tetapi ada yang aneh dengan persepsi manusia terhadap bentuk dan kejadian di alam ini, yakni persepsi semua orang relatif sama. Sebagai contoh dalam kejadian sehari-hari, beberapa orang sedang menyaksikan sebuah acara televisi yang menayangkan seorang artis penyanyi. Semua penonton bersepakat bahwa nama artis tersebut adalah si anu, berjenis kelamin wanita, pakaian yang dikenakannya berwarna merah bergaris-garis, suaranya serak dan wajahnya cantik. Kalaupun ada perbedaan pendapat biasanya hanya sebatas kualitasnya, seperti warna merah bajunya terlalu tua dan yang lain bilang merahnya agak gelap, atau kecantikan tidak sempurna karena bibirnya terlalu lebar dan sebagainya – ini bisa terjadi karena kemampuan alat pengindraan dan cara pandang yang berbeda. Tetapi pada prinsipnya semua sepakat dalam beberapa hal seperti telah disebutkan sebelumnya.
Satu lagi contoh mengenai kejadian di alam. Semua orang relatif sama persepsinya bahwa langit mendung akan turun hujan. Apabila hujan turun maka tanah dan lain-lain akan basah terkena air. Kemudian air akan menyuburkan tanaman – pohon mangga misalnya, lalu pohon tersebut akan tumbuh baik, berbunga dan berbuah. Dan semua orang ternyata sepakat tentang rasa buah mangga apakah asam atau manis.
Kedua cerita di atas menimbulkan pertanyaan: kenapa persepsi semua orang bisa relatif sama terhadap wujud benda dan kejadian di alam semesta ini? Apakah yang menjadi penyebab persepsi itu bisa sama? Apakah kesamaan persepsi itu kebetulan belaka?
Tidak ada kebetulan, yang ada adalah ketetapan
Kita semua pasti sudah mengetahui tentang hukum alam (natural law) sebuah istilah lain yang digunakan sarjana-sarjana Barat untuk istilah hukum Allah (sunatullah) yang digunakan para ilmuwan Islam. Hukum inilah yang dijadikan dasar dalam penciptaan dan pengelolaan alam semesta.
Menurut keyakinan sebagian ilmuwan fisika, keberadaan hukum alam bersamaan dengan kejadian awal terciptanya alam seemsta pada waktu ledakan besar pertama (teori Big Bang). Jadi sebelum ada alam semesta, hukum-hukum itu belum ada.
Tetapi saya berpandangan hukum-hukum itu ditetapkan oleh Tuhan sebelum alam semesta diciptakan. Logika sederhanya adalah pembuat kue tidak akan membuat kue sebelum menetapkan takaran bahan-bahan kue di dalam sebuah resep masakan. Jadi hukum alam itu sudah ditetapkan kemudian dijadikan dasar penciptaan dan proses kejadian alam semesta selanjutnya.
Dua faktor penyebab persepsi manusia yang sama terhadap alam semesta
1. Faktor pengetahuan tentang hukum alam
Seperti telah disebutkan di atas bahwa hukum alam itu diciptakan sebelum penciptaan alam semesta. Hukum-hukum alam tersebut dijadikan dasar penciptaan dan juga proses kejadian alam selanjutnya. Diibaratkan alam semesta ini adalah sebuah komputer raksasa, maka hukum-hukum alam tadi sudah diinstal ke dalam alam semesta. Software hukum alam tadi akan memproses kejadian-kejadian di alam semesta sehingga semua proses kejadian selalu mematuhi ketentuan hukum-hukum tadi.
Demikian juga halnya dengan penciptaan manusia. Karena tubuh manusia juga diciptakan sesuai dengan hukum alam – dan manusia memang bagian dari alam semesta – maka hukum alam tadi juga diinstalkan ke tubuh manusia. Tempat yang mungkin untuk itu adalah otak. Jadi sesungguhnya manusia sudah memiliki pengetahuan tentang hukum alam secara lengkap dan sempurna di dalam otaknya.
Keterangan di atas bisa menjelaskan bagaimana proses belajar bisa terjadi, apakah dengan membaca buku, menerima penjelasan orang lain, melihat kejadian alam atau menerima ilham. Membaca buku, menerima penjelasan orang lain dan melihat kejadian alam yang dilakukan seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan adalah proses membandingkan apa yang dilihat diluar dirinya dengan hukum alam yang sudah diinstal di otak tadi. Mengerti dan memahami suatu pengetahuan adalah hasil akhir dari pencocokan realita yang dilihat dengan informasi hukum alam di otak. Jadi pengetahuan bukan datang dari luar masuk ke dalam otak, tapi sudah ada di dalam tapi belum dicocokkan dengan realita. Sedangkan pengetahuan yang diperoleh melalui ilham – tanpa melalui proses belajar – hukum-hukum yang telah diinstal di otak tadi akan muncul ke bagian otak yang memberikan gambaran dan memunculkan persepsi tanpa perbandingan dengan realita.
Begitu juga dengan proses mempersepsi wujud benda di alam semesta. Pada cerita para penonton televisi di atas, hukum-hukum alam di otak mereka masing-masing mengenai spektrum warna (untuk wana baju), struktur dan bangun tubuh (untuk pengenalan pribadi, jenis kelamin, kecantikan dan jenis suara) adalah sama. Karena alat indrawi mereka juga sama, maka hasil persepsi mereka terhadap objek yang sama menjadi sama. Sedikit perbedaan persepsi mungkin terjadi disebabkan ada faktor lain seperti buta warna, mata rabun, menggunakan kaca mata berwarna, sedang mabuk minuman keras dan lain sebagainya, sehingga fungsi alat indra, kelancaran proses menghantarkan sinyal-sinyal listrik di syaraf ke otak dan proses pengolahan informasi di otak bisa terganggu.
2. Faktor pengetahuan tentang kejadian alam semesta
Tapi kita tidak akan membahas perbedaan kedua pandangan tersebut. Kita akan membahas pandangan kaum spiritualis dan agamis – terutama kalangan sufisme – yang berpendapat bahwa kejadian penciptaan alam semesta ini sudah selesai. Mereka berkeyakinan bahwa dari kejadian awal hingga kehancuran alam semesta ini, termasuk juga dimensi akhirat sebagai alam lain setelah dunia menurut keyakinan spiritualis dan agamis, sudah selesai. Jadi menurut keyakinan mereka manusia dan seluruh isi alam sedang menjalani kehidupan yang sebetulnya sudah selesai dalam pengetahuan Tuhan.
Informasi kejadian alam semesta dari awal hingga selesai itulah yang diinstal ke otak kita. Namun tidak mudah menggalinya, karena bukan pengetahuan siap pakai. Informasi itu hanya sebagai alat untuk mencocokkan persepsi kita terhadap alam.
Kemajuan sains di masa sekarang sedang mengembangkan sebuah teknologi bernama virtual reality. Teknologi ini berupa sebuah alat yang bisa memberikan gambaran kejadian berupa program komputer melalui kejutan-kejutan listrik ke otak. Game komputer yang menggunakan teknologi virtual reality akan membuat si pemain seperti berada di dalam dunia nyata, bisa merasakan sakitnya pukulan bahkan bisa berdarah dan mati.
Sehubungan dengan teknologi virtual reality tersebut ada sebuah pendapat ekstrim yang mengatakan bahwa hidup kita di dunia ini adalah sebuah program virtual reality milik Tuhan yang sudah diinstalkan ke otak kita. Jadi kita sedang hidup di dalam dunia maya yang kita anggap sebagai sebuah dunia nyata!
Sumber gambar : http://networkinstruments.files.wordpress.com/2007/08/virtualarnie.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar