Senin, Oktober 05, 2009

Kisah Seorang Muslim Amerika, Antara Shalat dan Pekerjaan


Namanya Nabil, seorang muslim Amerika keturunan Arab yang sudah hidup dan tinggal di Amerika Serikat (AS) sejak kakek moyangnya. Sebagai bagian dari masyarakat minoritas, Nabil merasakan diskriminasi masih diberikan oleh kelompok mayoritas di AS kepada umat Muslim di sana.



“Saya dulu pernah bekerja sebagai pramusaji sebuah restoran milik seorang kulit putih Amerika,” kisahnya.


“Suatu hari, di hari pertama saya masuk kerja, saya meminta izinnya untuk menggunakan sedikit waktu untuk melaksanakan shalat. Saya jelaskan bahwa dalam agama saya, seorang Muslim diwajibkan shalat lima kali dalam sehari semalam. Dan karena saya bekerja di restorannya sebanyak 18 jam secara bergilir, maka ada tiga waktu shalat yang wajib saya laksanakan selama jam kerja.”


“Oke,” katanya. “Karena kamu seorang muslim, saya memberikan izin kepadamu untuk melaksanakan shalat di sini. Kamu butuh waktu berapa jam?”


“Hanya kira-kira lima menit untuk setiap shalat,” kata Nabil kepada bosnya.


Untuk beberapa hari Nabil bisa melaksanakan shalat selama tiga waktu dengan lancar. Meninggalkan pekerjaannya sebentar, dan menghadap Tuhannya dengan khusyuk. Tapi itu hanya berlangsung beberapa hari, setelah rekan-rekan kerjanya memprotes kepada bosnya, Nabil pun diberhentikan.


“Bos memanggil saya, dan berkata, ‘Kamu saya berhentikan hari ini karena teman-teman kamu di sini menghendakinya.’ Ya, rekan-rekan saya tidak senang kepada saya disebabkan saya Muslim dan melaksanakan shalat,” ungkap Nabil sedih.


Nabil akhirnya mencari pekerjaan lain, yakni sebagai supir taksi.


“Sebagian besar Muslim di Amerika bekerja sebagai supir taksi, karena kita dengan mudah bisa segera berhenti untuk shalat di Islamic-islamic Center, dan kembali bekerja setelah shalat selesai ditunaikan.”


“Pekerjaan bisa berganti, kalau anda merasa tidak cocok, tapi shalat wajib kamu laksanakan kalau kamu seorang Muslim, “ demikian Nabil mengakhiri ceritanya.


Saya tertegun mendengar kisah Nabil, seorang muslim Amerika yang hidup dan tinggal di antara mayoritas warga non muslim. Bagaimana keteguhan atas prinsip keyakinannya, tergambar jelas dari pilihannya untuk menjadi supir taksi agar bisa melaksanakan shalat lima waktu, tanpa harus menimbulkan kecemburuan dan ketakutan orang lain.


Sekarang, bagaimana dengan kita, muslim Indonesia, yang musholla terdapat hampir di semua gedung perkantoran, mesjid berdiri di banyak kampung, dan negara menjamin kebebasan melaksanakan ibadah agama sehingga kita bisa melaksanakan kewajiban kita dengan mudah?


Semoga kisah Nabil ini bisa menjadi cerminan dan cambuk bagi kita untuk beribadah lebih baik lagi. Wasalam.


Sumber gambar: http://img.groundspeak.com/waymarking/display/adee859d-d5c0-44a7-b6e4-421f8c1f8dcd.jpg

2 komentar:

  1. terimakasih artikelnya, sangat memberi inspirasi

    Buku Islami

    BalasHapus
  2. semoga kita tetap istiqomah mendirikan shalat 5 waktu, regards syifarah-butik muslim surabaya

    BalasHapus