Sabtu, September 05, 2009

Waralaba Seni dan Budaya, Kenapa Tidak?

Klaim beberapa obyek seni dan budaya Indonesia oleh pihak Malaysia baru-baru ini membuat hubungan kedua negara menjadi buruk, terutama bagi rakyat kedua negara. Demonstrasi di beberapa daerah di Indonesia, caci-maki di dunia maya, sampai pengusulan agar pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia, mewarnai berita-berita di media massa.


Kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan saja. Kalau pemerintah Indonesia berdiam diri, sama artinya menumbuhsuburkan kebencian di hati bangsa ini terhadap bangsa lain. Hidup dalam kebencian kepada orang lain bukanlah cara yang sehat untuk menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang besar dan berwibawa di mata dunia. Karena sifat kebencian hanya akan semakin mengkerdilkan jiwa kita, karena iri dengki dan prasangka buruk akan selalu menjadi ukuran dalam menilai orang lain.


Sebagai anak bangsa, saya berpikir keras mencoba mencarikan jalan keluar, kalau bukan jalan terbaik, paling tidak memberikan gagasan agar suasana baik tetap tumbuh, sementara nilai kerugian bisa ditekan. Dan saya sekarang bicara bisnis, Bung!


Langkah awal adalah kita harus mengadakan inventarisasi, berapa jumlah obyek seni dan budaya Indonesia di setiap daerah, dari Aceh hingga Papua – pasti ada ratusan, ya? Saya yakin inventarisasi pun belum dilakukan dengan baik oleh masing-masing pemerintah daerah otonom, apalagi mengadakan tindak lanjutan seperti mempatenkan obyek seni dan budaya tersebut.


Sekarang sudah saatnya pemerintah daerah otonom segera melakukan tindakan penyelamatan dengan mempatenkan semua obyek seni dan budaya daerahnya, atas nama daerahnya masing-masing. Apabila langkah itu sudah dilakukan, langkah selanjutnya adalah membisniskan obyek-obyek seni dan budaya tersebut dengan mengekspornya!


Ini bukan ide gila, tapi ide biasa saja sekarang ini. Obyek-obyek seni dan budaya Indonesia yang sudah dipatenkan oleh setiap pemerintah daerah otonom tadi oleh pemerintah daerah otonom dibisniskan kepada luar negeri secara franchise atau waralaba. Sederhana bukan?


Untuk obyek seni dan budaya jenis tari-tarian, pertunjukan seni atau teater, maka kita tinggal menyediakan pelatih, pemusik, pemain, perangkat penunjang, seperti busana, peralatan, dan perlengkapan lainnya. Untuk obyek seni dan budaya barang kerajinan dan seni rupa, kita menyediakan pelatih dan peralatannya.


Kerjasamanya dalam bentuk franchise atau waralaba, di mana pihak penyewa harus membayar sejumlah harga yang disepakati dalam sebuah kontrak bisnis, di dalamnya menyebutkan perjanjian mengenai tata cara penggunaan obyek seni dan budaya tersebut, pengawasannya sesuai standar seni dan budaya Indonesia, jangka waktu pemakaian dan juga sejauh mana kewenangan pemakai atau penyewa. Ditekankan juga dalam kontrak tersebut bahwa dalam promosi seni dan budaya yang menggunakan obyek seni dan budaya Indonesia harus selalu menyebutkan secara jelas dan tegas asal-muasal obyek seni dan budaya tersebut, baik nama daerah asalnya – dalam hal ini yang mempunyai hak paten atas obyek tersebut – sejarah perkembangannya dan juga nama Indonesia sebagai negara tempat daerah pemilik yang sah seni dan budaya tersebut. Sehingga apabila para wisatawan asing ingin menyaksikan langsung obyek seni dan budaya tersebut di daerah asalnya, mereka bisa menghubungi biro perjalanan wisata di daerah itu. Ini juga secara tidak langsung ikut mempromosikan daerah-daerah di Indonesia ke manca negara.


Negara mana pun dipersilakan bekerja sama dengan Indonesia atau daerah otonom pemilik obyek seni dan budaya yang diwaralabakan tersebut, asalkan bersedia mematuhi kontrak kerja yang disepakati. Apakah mereka ingin menggunakannya dalam tayangan iklan promosi budayanya, atau menampilkannya secara langsung di depan wisatawan asing, hal itu harus sesuai dengan kontrak perjanjiannya.


Kalau kita berhasil mengekspor obyek seni dan budaya Indonesia, berarti kita turut mengangkat nilai seni dan budaya Nusantara di mata dunia, sekaligus mengangkat taraf hidup seniman-seniman kita di daerah. Bagaimana, nih, pemerintah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar