Jumat, Mei 22, 2009

5 Argumentasi Global Warming untuk State of Fear

Kontroversi pemanasan global (global warming) semakin memanas setelah diterbitkannya sebuah buku fiksi ilmiah State of Fear karya Michael Crichton yang dipublikasikan tahun 2004. Buku ini menggunakan debat hangat mengenai pemanasan global sebagai latar belakang cerita.


Di dalam buku fiksinya itu, Crichton mengajukan fakta-fakta yang menurutnya ilmiah untuk menyanggah teori skeptis pemanasan global dan menuduh adanya sebuah konspirasi eko-terorisme yang mencoba melakukan “pembunuhan massal” agar mendukung pandangan itu.


Crichton berpendapat bahwa teori skeptis pemanasan global sengaja dibuat untuk menciptakan histeria massa dan akhirnya mendukung upaya-upaya dari pihak-pihak pencetus teori tersebut terutama yang berkaitan dengan politik dan bisnis.


Untuk memahami efek rumah kaca (green house effect) dan pemanasan global dengan baik, mari kita memperhatikan uraian-uraian berikut:



Gejala fisika di udara


1. Apabila udara dipanaskan maka ikatan antar molekulnya akan meregang dan tekanannya berkurang (sedangkan apabila didinginkan akan merapat dan tekanannya meningkat).


2. Ketika molekul udara memuai atau meregang, maka ikatan-ikatan antar molekul yang menjauh akan melepaskan sejumlah energi (sedangkan apabila merapat akan menyerap energi di sekitarnya).


3. Ketika udara dipanaskan dan terjadi peregangan/pemuaian molekul hingga melepaskan sejumlah energi; energi yang dilepaskan akan mendorong molekul udara disekitarnya. Peregangan dan pelepasan energi berlangsung simultan sampai seluruh energi panas yang dipergunakan dalam reaksi tersebut menjadi habis.


4. Udara yang tidak ikut bereaksi dan masih bersuhu rendah akan terdorong ke tempat lain oleh energi yang dilepaskan oleh pemuaian tadi.


5. Dalam keadaan normal udara bergerak dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah.


6. Jadi keadaan setelah proses pelepasan energi (no.1-4) adalah proses penyeimbangan di mana udara akan bergerak kembali dari tempat bersuhu lebih rendah dan bertekanan tinggi ke tempat yang bersuhu lebih tinggi dan berketekanan rendah. Proses ini bertujuan mengembalikan keseimbangan kondisi udara di kedua tempat, baik suhu maupun tekanan.


7. Apabila di tempat yang bersuhu tinggi berlangsung proses peningkatan suhu secara terus-menerus disebabkan efek rumah kaca, berkurangnya hutan hujan sebagai penyerap CO2, dan kegiatan-kegiatan manusia yang bersifat melepaskan emisi CO2 dan gas rumah kaca lainnya serta energi dan panas – umumnya di daerah perkotaan dan negara-negara industri, maka suhu panas akan terus dialirkan ke tempat yang bersuhu lebih dingin dan terjadi proses pemuaian sampai semua molekul udara habis bereaksi. Dalam kondisi ini suhu panas sudah dalam keadaan merata di seluruh atmosfir bumi atau pemanasan global sudah merata.


Penyumbang polusi udara paling tinggi di dunia dan memberikan akibat dari efek rumah kaca berupa pemanasan global adalah AS, Eropa dan negara-negara indurstri lainnya. Sehingga wilayah-wilayah dingin dan bersalju seperti Kutub Utara dan pegunungan-pegunungan tinggi di Eropa serta Asia Tengah menerima akibatnya. Proses pemuaian udara berlangsung secara simultan, dan hal ini mendorong pergerakan udara dingin ke daerah lain yang cenderung lebih bersih udaranya dari gas rumah kaca. Disebabkan oleh migrasi udara dingin ini bisa saja salju akan turun secara insidentil di tempat-tempat yang dalam keadaan normal tidak bersalju seperti di daerah sekitar khatulisitiwa atau di benua Afrika yang kering.



Sifat dan reaksi molekul Karbon dioksida (CO2)


1. Molekul karbon dioksida (CO2) terdiri dari satu atom karbon yang terikat secara kovalen dengan dua atom oksigen.


2. Pada keadaan standar CO2 berbentuk gas dan menyebar di atmosfir bumi. Konsentrasi rata-rata di atmosfir adalah sekitar 387 ppm. Pada tekanan di bawah 5,1 atm berbentuk cair dan pada temperatur di bawah -78oC langsung memadat yang disebut es kering. Di daerah perkotaan dan industri konsentrasi CO2 lebih tinggi.


3. CO2 adalah bagian terpenting dari pembentuk gas rumah kaca karena dapat menyerap gelombang infra merah dari sinar matahari dengan baik. Bersama-sama dengan gas-gas lain (uap air, sulfur dioksida/SO2, nitrogen monoksida/NO dan nitrogen dioksida/NO2 serta beberapa senyawa organik seperti gas metana/CH4 dan khloro fluoro karbon/CFC) CO2 membentuk gas rumah kaca.


4. CO2 dapat dihasilkan dari sistem resfirasi atau pernafasan pada makhluk hidup sebagai hasil oksidasi atau pembakaran bahan makanan (karbohidrat, lemak dan glukosa) untuk menghasilkan energi pada sel. Sisa dari pembakaran inilah dihasilkan CO2 yang dibuang melalui pernafasan. Selain itu dari pembakaran semua jenis bahan bakar yang mengandung karbon juga dihasilkan CO2, seperti gas alam, minyak bumi dan batu bara.


5. CO2 dipergunakan oleh tanaman untuk mengadakan fotosintesa makanan di klorofil atau hijau daun dengan bantuan sinar matahari. Begitu juga dengan tanaman bawah laut seperti ganggang laut dan phytoplankton. Karena itulah penyerapan CO2 dilakukan oleh hutan hujan dan samudera.

Terdapat sekitar 50 kali lebih banyak karbon yang terlarut di dalam samudera dalam bentuk CO2 dan hidrasi CO2 daripada yang terdapat di atmosfer. Samudera berperan sebagai buangan karbon raksasa dan telah menyerap sekitar sepertiga dari emisi CO2 yang dihasilkan manusia. Secara umum, kelarutan akan berkurang ketika temperatur air bertambah. Oleh karena itu, CO2 akan dilepaskan dari air samudera ke atmosfer ketika temperatur samudera meningkat oleh pemanasan global.


6. Oleh karena aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer telah meningkat sekitar 35% sejak dimulainya revolusi industri. Pada tahun 1999, 2.244.804.000 ton CO2 dihasilkan di Amerika Serikat dari pembangkitan energi listrik. Laju pengeluaran ini setara dengan 0,6083 kg per kWh. Emisi CO2 yang diakibatkan oleh aktivitas manusia sekarang adalah 130 kali lipat lebih besar dari kuantitas yang dikeluarkan gunung berapi, yaitu sekitar 27 milyar ton setiap tahun.



Efek Rumah Kaca


Efek rumah kaca, yang pertama kali dicetuskan oleh Joseph Fourier pada tahun 1824, merupakan proses pemanasan permukaan suatu benda langit yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya, salah satunya adalah bumi.


Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda:


1. Efek rumah kaca alami adalah suatu proses alami penyeimbangan suhu udara, sehingga perbedaan suhu udara pada siang hari tidak berbeda jauh dengan malam hari. Artinya suhu panas udara di siang hari akan ditahan oleh efek rumah kaca sebagai cadangan panas udara malam hari ketika matahari berada di belahan bumi lainnya.


2. Efek rumah kaca yang mengalami peningkatan oleh adanya aktifitas manusia adalah kenaikan konsentrasi gas CO2 dan gas-gas lainnya di atmosfer disebabkan oleh pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.


Energi yang masuk ke bumi mengalami : 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer 25% diserap awan 45% diadsorpsi permukaan bumi 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi.

Energi yang diabsoprsi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas rumah kaca lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.

Selain gas CO2 sebagai faktor terbesar, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah uap air, sulfur dioksida (SO2), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana (CH4) dan khloro fluoro karbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.


Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar. Kenaikan suhu air laut juga akan menyebabkan samudera melepaskan kandungan CO2-nya yang besar, yakni 50 kali jumlah kandungan CO2 di atmosfir.

Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5°C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5°C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat.



Argumentasi untuk State of Fear


Berikut ini adalah argumentasi untuk pernyataan-pernyataan Crichton di dalam bukunya State of Fear dibandingkan dengan bukti-bukti ilmiah yang sesungguhnya.


1. State of Fear: Temperatur udara di beberapa tempat benar-benar mendingin, maka bagaimana mungkin bola bumi itu dikatakan memanas?


Global warming: Benar, pada tempat-tempat tertentu temperatur udara sedang mendingin. Pemanasan global mengacu pada peningkatan temperatur rata-rata secara global dan hal itu bukan berarti tidak terjadinya pendinginan di beberapa tempat. Jika di beberapa lokasi sedang terjadi pendinginan sementara secara global bumi rata-rata memanas, kesimpulannya adalah harus ada bagian-bagian lain di bumi yang memanas lebih tinggi dari rata-rata global. Nah yang sebenarnya sedang terjadi adalah di masa lampau temperatur di Kutub Utara masih lebih dingin dibanding sekarang, kemudian beberapa dekade terjadi peningkatan kecepatan sekitar dua kali lipat di atas rata-rata pemanasan global dan berkonsekuensi ada potensi bahaya bagi lingkungan.


Hal ini adalah contoh dari penggunaan data secara selektif oleh Crichton di dalam bukunya untuk menunjang argumentasinya yang semu. Penetapan dari kecenderungan global memerlukan database yang global, bukan data dari beberapa lokasi-lokasi tertentu saja. Seperti pada kasus kenaikan temperatur secara global, Crichton menggunakan data yang tidak sempurna dan terpilih pada lokasi-lokasi tertentu saja untuk membantah bahwa gletser-gletser tidak mencair dan permukaan laut tidak naik. Fakta sebenarnya adalah dalam suatu analisa yang saksama dari database global yang lengkap dengan menetapkan bahwa es di atas permukaan dan dan di bawah laut sedang mencair, dan rata-rata permukaan laut sedang naik.


Di beberapa tempat secara lokal mungkin saja terjadi pendinginan seperti penjelasan pada bagian “gejala fisika di udara” pada nomor 7 di atas.



2. State of Fear: Rekaman tentang peningkatan temperatur permukaan adalah bukti bahwa pemanasan global disebabkan oleh "Efek Pemanasan Wilayah Perkotaan" dan hal itu bersifat lokal, bukan fenomena global.


Global warming: Wilayah perkotaan akan cenderung bersifat lebih panas dibanding daerah pedesaan. Sebagaimana terjadinya peningkatan jumlah wilayah bumi yang telah menjadi perkotaan, rata-rata temperatur permukaan juga mengalami peningkatan. Bagaimanapun, selain kenaikan temperatur permukaan di wilayah perkotaan, bukti-bukti dari pemanasan global di wilayah lain dapat mematahkan argumentasi Crichton ini, yakni es laut yang sedang meleleh di Kutub Utara, gletser-gletser (seperti di Glacier National Park, USA) yang sedang menghilang, temperatur samudera-samudera yang terus meningkat, salju abadi di Alaska yang sedang meleleh dan permukaan air laut yang sedang mengalami peningkatan.



3. State of Fear: Jika karbon dioksida (CO2) diduga menjadi penyebab pemanasan global, mengapa bisa terjadi pendinginan global antara tahun 1940 dan 1970, ketika konsentrasi CO2 sedang meningkat?


Global warming: Sebenarnya kenaikan temperatur tidak secara keras mengikuti kecenderungan kenaikan CO2 dan gas-gas rumah kaca lainnya (GHGs=Green House Gases) di atmosfir. Sebelum satu abad yang lalu, untuk pertama kali temperatur mengalamim kenaikan, lalu sedikit menurun, kemudian menaik kembali, sementara itu jumlah gas-gas rumah kaca (GHGs) meningkat secara terus-menerus hingga kini.


Tetapi ada sebuah penjelasan yang sederhana: ada banyak faktor sebagai tambahan terhadap efek gas-gas rumah kaca (GHGs) yang mempengaruhi iklim, termasuk sebab-sebab alami seperti perubahan intensitas cahaya matahari yang terjadi setiap waktu, letusan-letusan gunung berapi, dan produksi aktifitas manusia yang menghasilkan emisi seperti penggunaan freon pada AC dan kulkas serta sulfat aerosol pada produk sprey. Variasi intensitas cahaya matahari dapat menyebabkan penghangatan atau pendinginan bumi tergantung arah perubahannya. Erupsi gunung berapi, penggunaan gas freon (CFC) dan sulfat aerosol mempunyai suatu efek pendinginan. Secara faktual semua efek ini akan menghasilkan perubahan temperatur neto, apakah memanas atau mendingin.


Sedikit pendinginan global yang terjadi sekitar tahun 1940 sampai dengan 1970 adalah hasil penurunan intensitas cahaya matahari bersamaan dengan kenaikan yang cepat dari emisi oksida belerang secara global.



4. State of Fear: Meskipun pemanasan sedang terjadi, hanya ada bukti kecil yang disebabkan oleh manusia.


Global warming: Mengenai andil atas pemanasan global dengan secara langsung menunjuk suatu penyebab atau penyebab-penyebab secara spesifik adalah hal yang tidak mudah, tapi berbagai bentuk penyelidikan yang mandiri pada akhirnya mengarah pada emisi akibat produksi manusia seperti CO2 dan gas rumah kaca lainnya (GHGs) sebagai penyebab utama:


1. Tidak seorang pun mampu mengemukakan secara konsisten dan menjelaskan dengan kwantitatif bahwa pemanasan yang terjadi selama separuh dari abad ke-20 tanpa menghubungkannya dengan gas rumah kaca (GHG) yang berasal dari aktivitas manusia;


2. Sumber asap utama menunjuk pada emisi yang dihasilkan industri-industri sebagai penyebab pemanasan global sudah diidentifikasi di seluruh dunia dan pemanasan di atmosfer serta samudra-samudra; dan


3. Temperatur global di beberapa dekade terakhir secara bertahap menjadi lebih panas dibanding dengan periode waktu lainnya di masa 2.000 tahun yang lalu.



5. State of Fear: Prediksi-prediksi mengenai pemanasan global didasarkan pada kalkulasi-kalkulasi model iklim secara simulasi komputer adalah tidak bisa dipercaya.


Global warming: Model iklim yang dikembangkan dengan lebih maju telah secara menyeluruh dan dipelajari dengan hati-hati oleh kalangan ilmuwan. Sebenarnya proyek model-model ini meliputi cakupan yang luas yakni ini dalam pemanasan bola bumi sampai tahun 2100, yakni sekitar 3 sampai 10 derajat Fahrenheit. Beberapa bagian dari cakupan ini dibangun atas dasar asumsi-asumsi yang berbeda, baik trend ekonomi, teknologi dan demografis yang mempengaruhi emisi CO2, bukan simulasi model atas efek emisi pada iklim. Semua model memprediksikan bahwa peningkatan emisi CO2 akan menjurus kepada peningkatan pemanasan global yang berlanjut dan akan lebih banyak CO2 yang terpancarkan di masa mendatang – berarti semakin banyak bagian bumi yang akan memanas. Proyek-proyek model seperti ini sebetulnya adalah kabar baik karena dengan adanya prediksi semacam ini, maka itu kita disarankan untuk melakukan tindakan pencegahan dengan mengurangi emisi CO2 dan gas rumah kaca lainnya untuk menghindari pemanasan global yang lebih parah.



Kekeliruan Crichton dalam mengemukakan ketakutan


Agaknya lebih kepada perasaan tidak nyaman dibanding kekeliruan ilmu pengetahuan yang dikemukakan oleh Crichton di dalam bukunya itu. Seandainya semua orang mempercayai tuduhan-tuduhan Crichton, maka apa yang akan terjadi dengan bumi apabila kita semua membiarkan perusakan alam dan menganggap pemanasan global adalah kebohongan belaka?


Di dunia ini kepastian ilmiah memang susah dimengerti oleh kalangan-kalangan bukan ilmiah, namun fakta adanya perubahan iklim dan dampak langsung dari emisi CO2 dan gas rumah kaca lainnya kiranya cukup untuk membenarkan tindakan pencegahan.


Di dalam kenyataannya, hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah potensi-potensi resiko dari pemanasan global di masa depan, dan ongkos yang harus kita bayar apabila sekarang tidak melakukan tindakan apa pun, dibanding dengan jerih payah kecil sebagai tindakan pencegahan sekarang. Sebagai contoh adalah penghematan energi yang dilakukan saat ini selain meningkatkan daya saing ekonomi dan peningkatan pendapatan negara secara langsung, juga akan mengurangi biaya hidup masyarakat dan kemandirian untuk menciptakan sumber energi alternatif.


Nah, kapan lagi? Go, let’s go green.




Sumber : Wikipedia, State of Fear dan sumber-sumber lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar