Jumat, Mei 01, 2009

Kita Semua Mungkin Tidak Normal

Anda barangkali pernah mendengar orang bilang, “Si anu tidak normal”, atau “Dia itu orang yang abnormal”, atau “Anak itu aneh dan tampak tidak normal”. Cap “tidak normal” mudah diberikan kepada orang lain yang tidak sesuai dengan ukuran tertentu si pemberi gelar, sehingga bisa menjadi vonis yang menjatuhkan harga diri seseorang.


Istilah yang digunakan dengan maksud menunjukkan ketidaknormalan seseorang biasanya – diurut sesuai intensitasnya – adalah “unik”, “tidak biasa” atau “tidak umum”, “luar biasa” atau “di luar kebiasaan”, dan “aneh”. Yang disebutkan tadi masih dalam skala sehat. Kemudian dalam skala medium adalah “tidak normal” atau “abnormal”, dan “kurang beres”. Dan yang paling parah atau berada pada skala tidak sehat disebut “kurang ingatan”, “sinting”, atau “gila”.


Namun yang sangat disayangkan adalah pemberian vonis ketidaknormalan orang lain sering diberikan secara serampangan atau asal-asalan, tanpa penyelidikan yang akurat dan persaksian sendiri dengan standar yang dapat dipertanggungjawabkan. Akibatnya yang terjadi adalah tuduhan yang mengarah ke fitnah, dan ini bisa menjadi bahan pertikaian yang mengakibatkan perpecahan.


Berhakkah orang menuduh orang lain tidak normal? Berdasarkan ukuran apa ketidaknormalan ditetapkan? Mari kita membahasnya.


Definisi normal menurut artdictionary.com adalah bersesuaian dengan norma yang sudah mapan, aturan, atau prinsip; yang diselaraskan kepada suatu jenis, standar/patokan tertentu, atau bentuk umum; menampilkan fungsi-fungsi yang sesuai; bukan termasuk yang tidak biasa; berlaku umum/reguler; alami atau wajar; berdasarkan persamaan umum/analogika.



Aturan yang mana dijadikan dasar pengukuran?


Setelah kita membaca definisi normal tersebut di atas, maka di sini kita perlu menetapkan norma, aturan, prinsip, standar yang diperlukan untuk dijadikan ukuran resmi dalam menentukan dengan tepat kenormalan atau ketidak normalan seseorang.


Permasalahannya adalah ukuran-ukuran tersebut di atas – norma, aturan, prinsip, standar – sangat beragam. Perbedaan wilayah geografis, kultur, adat istiadat, keyakinan atau agama, dan lingkungan menjadikan variasi ukuran semakin banyak dan mempunyai perbedaan yang tajam. Bahkan dalam satu wilayah geografis yang sama, atau dalam sebuah komunitas masyarakat terdapat dua atau lebih ukuran yang berbeda.


Ketika kita menetapkan suatu ukuran untuk menyatakan kenormalan atau ketidaknormalan seseorang, bisa saja ukuran itu digunakan hanya oleh kita sendiri atau sebagian kecil (minoritas) dari populasi, dan tidak diakui oleh komunitas lain.


Di dalam sebuah komunitas yang majemuk di mana suatu ukuran diakui secara umum, bisa saja terjadi “penjajahan” mayoritas terhadap minoritas, contohnya dalam sebuah negara demokrasi yang mengandalkan suara terbanyak. Sedangkan di bawah kekuasaan tunggal yang otoriter, tirani minoritas akan menguasai mayoritas untuk memaksakan ukuran-ukuran pribadi agar berlaku umum, seperti pemerintahan monarki atau kerajaan.



Kita tidak normal menurut ukuran orang lain


Setiap manusia adalah unik dan mempunyai kekhasan sendiri-sendiri. Dari keunikan ini bisa saja menjadi ketidaknormalan bagi orang lain. Begitu juga dengan suatu masyarakat, suku, kelompok keagamaan, sebuah komunitas sosial dengan kultur tertentu, kelompok remaja dengan gaya dan penampilan khas, bisa saja dianggap tidak normal oleh kelompok atau komunitas lain yang tidak sefaham.


Kalau semua orang menjadikan ukurannya atau komunitasnya sendiri sebagai dasar untuk menyatakan ketidaknormalan orang lain di luar dirinya atau komunitasnya, maka klaim normal dan tidak normal bisa dilakukan sekehendak hati. Sebagai akibatnya adalah pertentangan antar kelompok menjadi semakin marak dan sulit untuk dihindari.


Sekarang marilah kita memahami bahwa bisa saja kita dianggap tidak normal oleh orang lain menurut ukuran mereka, walaupun menurut kita sendiri normal-normal saja. Oleh karena itu hindarilah juga memberikan cap “tidak normal” kepada orang lain atau kelompok lain, karena mungkin saja “ketidaknormalan” kita sedang menjadi pembicaraan mereka.


Atau barangkali sekarang “ketidaknormalan” manusia sedang menjadi bahan diskusi umum dan pembicaraan di seminar-seminar oleh makhluk di dimensi lain. Siapa tahu?



Sumber gambar : http://www.lepsoc.org/myimages/a_io_abnormal.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar