Sabtu, Agustus 30, 2008

Miss-miss-an, Di antara Stereotip dan Manfaat

Pernah dimuat di Wikimu pada Kanal Opini, Sabtu 03-05-2008 08:03:33

Malam itu aku dan temanku sedang asyik menonton sebuah acara di televisi mengenai kontes kecantikan pemilihan Miss Universe. Acara tunda yang disiarkan salah satu stasiun televisi swasta tersebut ditayangkan lewat dari pukul dua belas malam. Kenapa ditayangkan pada saat banyak orang sudah tidur ? Barangkali dimaksudkan agar tidak ditonton oleh orang banyak. Kok, bisa? Bukankah televisi menyiarkan sebuah acara untuk ditonton?

"Kalau memang mau ditonton orang banyak, kenapa ditayangkan hampir pukul satu pagi?" Tanya temanku penuh keheranan. "Benar juga," pikirku. "Tapi barangkali untuk menghindari penonton yang masih anak-anak agar tidak turut menyaksikannya?", imbuhku lagi. Ya, seandainya pun programa ini ditayangkan siang hari, pasti tidak kuijinkan anakku ikut menonton. Bisa gawat kalau dia bertanya-tanya yang macam-macam apabila melihat perempuan-perempuan bule yang berlenggak-lenggok menggunakan pakaian renang tersebut.

"Kenapa harus dilarang ?" Tanya temanku sambil mengambil segenggam kacang goreng di hadapannya. Menonton televisi sambil makan kacang goreng memang acara tetap kami. Apalagi bila yang ditonton acara sepak bola, pasti akan tambah seru. Sebenarnya malam itu aku dan tetanggaku itu memang berniat mau menonton acara pertandingan sepak bola, tetapi karena tayangannya masih lama yaitu pukul 3 dinihari, jadilah asal buka kanal teve dulu. Dan akhirnya berhenti mencari-cari ketika kepentok dengan acara pemilihan Miss Universe ini. "Bukannya anakmu nanti akhirnya melihat juga yang begituan kalau kamu ajak ke pantai, atau mungkin bila dia buka-buka majalah di rumah temannya, misalnya."

Benar juga, sih. Tampilan wanita menggunakan bikini, khan sekarang sudah seperti hal biasa. Majalah-majalah yang menampilkan sosok perempuan dengan busana minim tidak akan sulit didapat di mana-mana. Tetapi kenapa tayangan Miss Universe ini ditayangkan dini hari begini ?

"Ah, barangkali untuk menghindari protes," tebak temanku. "Biasa, khan tayangan yang beginian pasti akan menimbulkan komentar-komentar miring."

"Tapi menurut kamu ada manfaatnya, ngga sih acara miss-missan seperti ini diadakan?", tanyaku sedikit menguji kecerdasan temanku yang satu ini.

Sebelum menjawab pertanyaanku, temanku ini mengambil dulu gelas tehnya dan lansung meminum isinya sedikit-sedikit. "Ahhh," desahnya seperti keenakan. "Menurut aku manfaatnya hanya buat cuci mata orang laki-laki, ya seperti kita-kita ini. Menunggu pukul 3 khan masih lama, menonton cewek-cewek bule berbodi aduhai, kan asyik." Mata temanku memang dari tadi, sepanjang acara, selalu melotot tidak pernah lepas dari layar kaca. Hanya tangannya saja yang punya pekerjaan lain, yaitu meraba-raba piring tempat kacang goreng yang sekarang isiya tinggal separuh karena sudah masuk ke perutnya dan keperutku.

"Yang aku ngga merasa pas adalah kalau acara seperti ini diselenggarakan di Indonesia," selaku di antara kriuk-kriuk bunyi kacang goreng di mulut. "Sepertinya perempuan-perempuan Indonesia tidak enak dilihat kalau menggunakan busana renang seperti itu."

"Lah, wanita kan memang untuk dinikmati kecantikannya ?", tanya temanku lugu. "Dari jaman batu sampai sekarang , kan wanita adalah ... (temanku lalu menyanyikan sepotong syair dari lagu Sabda Alam) ‘ditakdirkan bahwa pria berkuasa, adapun wanita lemah lembut manja. Wanita dijajah pria sejak dulu. Dijadikan perhiasan sangkar maduuuu' ..."

"Stop, stop, stop." cegahku sigap sambil mendorong bahu temanku. "Hoi, kau bisa bangunkan semua orang nanti."

"Nah, wanita cantik memang untuk dinikmati, friend." Kata temanku. "Jadi ukuran-ukuran kecantikan yang dilombakan dalam acara begini, ya ukuran cantik yang distandarkan para pria. Bukankah yang punya ide dan pelopor acara ini adalah laki-laki. Siapa itu namanya ?

"Donald Trumph," jawabku singkat.

"Nah itu, Trumph," ulang temanku membeo. "Jadi santai ajalah. Saya yakin si Trumph itu playboy kelas berat. Untuk memilih pacarnya saja dia mengumpulkan cewek-cewek dari seluruh dunia. Wuih, gila dia."

"Tapi, kan itu sangat bertentangan dengan semangat R. A. Kartini," sanggahku tak mau kalah. "Beliau pasti marah kepada wanita Indnesia kalau tahu wanita Indonesia menjatuhkan martabatnya berlenggak-lenggok di hadapan umum dengan maksud menarik selera sex pria. Bukankah jenis perbudakan seperti ini yang dilawan oleh beliau ?"

"Itulah yang aku juga ngga mengerti," ungkap temanku. "Seharusnya wanita Indonesia menyadari hal ini. Latar belakang dari digelarnya acara seperti ini sudah seharusnya dipelajari. Bukan cuma bisa meniru."

"Kok, kamu bisa cerdas juga, ya," kataku sambil menyindir. "Aku tidak menyangka pendapat seperti itu keluar dari mulutmu."

"Aku selama ini bukannya bodoh, kawan," ujarnya membela diri, "cuman muak melihat kondisi perilaku bangsa ini yang kian nyeleneh. Protes juga ngga ada gunanya karena yang diprotes sudah pintar-pintar semua. Mereka bisa berdalih macam-macam. Ya, ikut perkembangan jamanlah, harus berpikir positiflah. Khan yang ditampilkan bukan hanya kecantikan fisik, tapi juga kecerdasan. Begitu khan kata panitia penyelenggaranya ?"

"Tapi betul ada manfaatnya, ngga sih acara seperti ini ?" Kuulang pertanyaan yang sebelumnya sudah kutanyakan kepadanya. Maksudku meminta jawaban yang lebih kena, tidak asal-asalan seperti tadi.

"Kalau pakai bikininya, sama sekali ngga ada manfaatnya," kata temanku cerdas. "Betul-betul hanya merendahkan derajat kamu wanita."

"Kalau memperlombakan kecerdasan wanita, bagaimana ?" tanyaku lebih tajam.

"Bikin aja acara Cerdas Cermat atau Cepat Tepat, atau apalah lomba uji kecerdasan lainnya. Lebih ketahuan sampai dimana kepintaran mereka." Jawab temanku sedikit emosi.

"Hei, sekarang gentian kamu yang jadi emosi," ujarku sambil tertawa geli. "Katanya, nikmati aja acaranya. Ngga, usah pakai emosilah."

"Iya, iya. Tapi, kalau dibikin acara seperti Cerdas Cermat itu, ya kita tidak bisa melihat perempuan cantik pakai bikini, dong." Kata temanku kegelian juga. "Ah, bodoh, ah."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar