Iklan kampanye PKS yang bikin heboh dan mendapat tanggapan miring, karena menampilkan seorang tokoh “yang dibenci sekaligus dipuja” adalah sebuah upaya cerdas sekaligus berbahaya. Dikatakan cerdas karena berhasil menyedot lebih banyak perhatian publik dibandingkan dengan iklan-iklan kampanye partai lain, namun berbahaya karena beresiko menuai protes berkepanjangan dan kehilangan simpatik dari publik.
Sebagian orang menilai upaya PKS ini cerdas, karena secara untung-untungan PKS mencoba meraih sedikit suara dari para pemuja Soeharto, yang diperkirakan adalah masyarakat kebanyakan di daerah Jawa Tengah, orang Jawa Tengah yang menjadi perantau di daerah-daerah lain, dan sebagian lagi kaum intelektual dan kelompok menengah ke atas yang sempat merasakan “nikmatnya” rezim Orde Baru. Ini terbukti dengan peraihan suara Golkar – dengan asumsi pendukung Golkar juga adalah pengidola Soaharto - secara nasional pada Pemilu 2004 di peringkat pertama sebesar 21,6 %.
Kemungkinan bahwa sebagian suara Golkar berpindah ke PKS bisa saja terjadi, terutama simpatisan partai yang mempunyai kecendrungan keislaman yang kuat. PKS rupanya mengincar segmen ini. Dengan sedikit – hanya menampilkan beberapa detik saja – menampilkan “pujaan mereka”, PKS sudah membikin kehebohan berskala nasional, dan kemungkinan ikut mengguncang atau paling tidak menolehkan kepala para pemuja Soeharto.
Tapi sisi resiko juga perlu mendapatkan pertimbangan PKS. Walaupun simpatisan PKS sebagian besar adalah pendukung fanatik partai ini dan sebagian yang lain adalah simpatisan temporal, tapi kemungkinan ada yang merasa gerah dengan manuver PKS ini bisa saja ada. Terutama di kalangan generasi mudanya dan beberapa dari kalangan yang pernah sakit hati dengan Orde Baru. Bisa saja mereka berpaling karena melihat ada unsur keplin-planan dalam hal ini. Bukankah ini era reformasi? Dan PKS adalah salah satu pelopor reformasi tersebut yang identik dengan kejatuhan Orde Baru dan Soeharto ?
Bukan Empat Mata
Acara Empat Mata dengan host Tukul Arwana yang pernah ditayangkan Trans 7 adalah contoh sebuah acara televisi yang heboh. Acara yang sering menampilkan tokoh-tokoh kontroversial ini akhirnya mengalami nasib sialnya setelah menampilkan tokoh Sumanto si pemakan mayat di episode yang ditayangkan pada 29 Oktober 2008.
Bukan suatu kemustahilan apabila upaya PKS dengan mengiklankan seorang tokoh seperti mantan presiden Soeharto akan membikinnya bernasib sama dengan program televisi Empat Mata-nya Tukul Arwana. Empat Mata yang kemudian dicekal oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ini terpaksa berhenti tayang dan mengganti bajunya dengan judul Bukan Empat Mata yang ditayangkan setiap Senin-Jumat pukul 21.00 WIB mulai tanggal 1 Desember 2008 di Stasiun Trans 7 ini. Kalau Empat Mata dicekal oleh KPI, maka dikuatirkan PKS akan dicekal oleh sebagian pendukungnya.
Namun sepertinya PKS menilai sasaran target sudah tercapai dengan iklan heboh tersebut, buktinya PKS sedang membidik putri mantan presiden Soeharto, Siti Hardianti Rukmana sebagai salah satu nominator penerima anugerah Inspiring Women Award. Sebuah acara penganugerahan kepada wanita Indonesia yang dianggap memberikan inspirasi kepada bangsa, yang akan diberikan menjelang peringatan hari Kongres Perempuan ke-80, yang bertepatan dengan 22 Desember 2008 atau biasa disebut Hari Ibu.
Semoga saja langkah ini memang sudah dipikirkan secara matang oleh PKS. Karena implikasi politik bisa sangat tidak jelas dan kemungkinan dimanfaatkan oleh lawan politik untuk mengambil keuntungan bisa saja ada. Jangan sampai, deh PKS harus terpecah dan muncul partai politik baru dengan nama Partai Bukan PKS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar