Selasa, Desember 16, 2008

Politik Dendam dan Dendam Politik, Masa Depan Politik Indonesia


Frasa di atas bukan asal dibolak-balik atau diplintir, tapi artinya memang berbeda. Politik dendam artinya politik yang dijalankan berdasarkan dendam, sedangkan dendam politik maknanya dendam karena permasalahan politik. Dendam politik bisa menyebabkan munculnya politik dendam, dan politik dendam akan menjadi abadi karena selalu berlandaskan dendam politik.


Sebagian besar permasalahan politik (perang) di dunia dibentuk oleh dendam politik. Sebut saja pertikaian Arab-Israel, genocide oleh Jerman terhadap orang Yahudi, perang Serbia-Bosnia, Perang Dunia I dan II, Perang Korea, Perang Vietnam, Perang Irak-Iran, dan pertikaian di dalam negeri seperti yang terjadi di Maluku dan Poso. Dendam kesumat yang diwariskan turun temurun itu kemudian dicarikan alasan pembenarannya untuk diwujudkan menjadi perang atau pertikaian terbuka. Dan itu tidak pernah berakhir sampai rasa dendam kesumat itu habis atau terkikis oleh waktu.



George W. Bush penerus dendam sang ayah


Cerita yang paling up to date adalah penyerbuan pasukan AS ke Irak yang disebut Perang Teluk II atau Operasi Pembebasan Irak yang sebenarnya hanyalah sebuah perang yang diciptakan oleh Presiden AS George Walker Bush atau Bush Junior dalam rangka mewujudkan dendam sang ayah, George Herbert Walker Bush atau Bush Senior, Presiden AS ke-41 yang gagal menangkap dan membunuh Saddam Husein pada Perang Teluk I atau Operasi Badai Gurun.


Kemudian Bush Junior dengan enteng mengaku menyesal telah menyerang Irak disebabkan adanya kesalahan informasi intelijen mengenai senjata pemusnah massal milik Irak. Penyesalan basi-basi yang diungkapkan setelah dia puas dengan keberhasilannya membunuh (menghukum mati) Saddam Husein tersebut adalah bernilai 4.119 pasukan AS yang tewas ditambah tewasnya: 311 pasukan koalisi negara lain, 6.370 militer era Saddam, 23.500 kelompok perlawanan Irak, 1.186 tentara sewaan, 112 jurnalis, 40 pekerja media, 95 pekerja sosial, 97.762 rakyat sipil Irak, dan 4 juta jiwa menjadi pengungsi di negara sendiri dan 2 juta jiwa di negara lain. Bush is the real terrorist!



Keluarga Soekarno versus keluarga Soeharto


Sejarah mencatat bahwa kejatuhan pemerintahan Soekarno merupakan “kudeta politik” dari mantan presiden Soeharto yang pada saat itu adalah Menteri Panglima Angkatan Darat. Kemudian dendam politik terbentuk di antara dua keluarga ini. Lihat saja bagaimana dianaktirikannya keluarga Soekarno di masa pemerintahan Soeharto.


Ketika Megawati Soekarno Putri menduduki jabatan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada waktu itu, PDI pun diobok-obok dengan munculnya PDI tandingan yang dipimpin oleh Yusuf Merukh. Pada Kongres PDI tandingan itu, diangkatlah Soeryadi sebagai Ketua Umum PDI yang diakui oleh pemerintahan Soeharto dan Megawati pun tersingkir.


Pergolakan semakin memanas ketika trio “sakit hati” yang ditindas semasa pemerintahan Soeharto, yakni Amin Rais, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati bersama-sama menggalang kekuatan melengserkan pemerintahan Soeharto dengan menggunakan massa rakyat dan mahasiswa. Dengan mengusung nama “Reformasi”, maka bergaunglah era yang disebut-sebut akan merubah kondisi politik dan ekonomi rakyat ini menjadi lebih baik dibanding era Orde Baru.


Megawati yang masih sakit hati dengan penzoliman semasa menjadi ketua PDI di era Orde Baru kemudian mendirikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan menjadi ketua umumnya. Begitu juga setiap tokoh reformasi kemudian mendirikan partai politiknya masing-masing, Amin Rais dengan Partai Amanat Nasional dan Gus Dur dengan Partai Kebangkitan Bangsa.


Apabila banyak orang melihat bahwa pertarungan politik sesungguhnya di Pemilu 2009 adalah antara Megawati dan SBY, maka saya bilang itu adalah riak permukaan. Arus di dalamnya adalah pertarungan keluarga Soekarno dan keluarga Soeharto (keluarga Cendana).



Kebangkitan keluarga Cendana


Keleluasaan keluarga Soekarno, dalam hal ini diwakili oleh Megawati Soekarno Putri, menikmati kekuasaan tidak begitu lama. Setelah menduduki jabatan wakil presiden di masa awal reformasi dengan Abdurrahman Wahid sebagai Presidennya melalui kesepakatan politik – karena belum ada pemilihan presiden secara langsung di Pemilu 1999 – Megawati kemudian berhasil menjadi Presiden setelah Gus Dur berhasil dilengserkannya dari kursi presiden gara-gara keterlibatannya dalam kasus Bulog-Goro.


Namun di Pemilu 2004, pertarungan sengit Megawati versus SBY (mantan Mentri Politik dan Keamanan atau Menkopolkam di masa pemerintahan Megawati yang mengundurkan diri) akhirnya dimenangkan SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla yang sebelumnya pernah menjabat Mentri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) di masa Megawati dan juga mengundurkan diri.


Apakah tanda-tanda kebangkitan keluarga Cendana itu?


Jawabannya adalah kemenangan SBY dan Jusuf Kalla di Pemilu 2004. Di masa pemerintahan SBY-Kalla, Tommy Soeharto – yang berhasil dipenjarakan di masa Gus Dur sebagai presiden karena kasus pembunuhan Hakim Agung Syaifudin Kartasasmita – dibebaskan bersyarat. Selain itu mantan presiden Soeharto yang di masa presiden Gus Dur maupun Megawati sudah digugat dengan kasus yayasan Supersemarnya, di masa SBY-Kalla kembali berhasil diselamatkan hingga wafatnya.


Menjelang Pemilu 2009 kemunculan Keluarga Cendana semakin tampak nyata, salah satunya adalah upaya kampanye PKS yang kontroversial dengan memunculkan Soeharto sebagai simbol “guru bangsa” dan “pahlawan”. Untuk usahanya ini PKS mendapatkan ucapan terimakasih dari Ketua Partai Golkar sekaligus Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kemudian disusul rencana menjadikan Siti Hardiyanti Rukmana sebagai calon penerima anugerah dari PKS sebagai “Wanita yang mengispirasi”, tetapi dibatalkan kemudian setelah mendapatkan serangan di sana-sini.


Barisan Nasional versi Indonesia?


Di Malaysia dikenal adanya Barisan Nasional, yakni sebuah koalisi partai-partai sepeti UMNO (United Malays National Organization/etnis Melayu), MCA (Malaysian Chinese Association/etnis Tionghoa), MIC (Malaysian Indian Congress/etnis India) dan sejumlah partai kecil lainnya. Untuk Indonesia apakah tidak mungkin nantinya akan terbentuk barisan nasional versi Indonesia? Ditambah lagi banyaknya partai-partai kecil yang didalamnya adalah orang-orang Golkar di masa lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar