Senin, September 01, 2008

Indonesia Negara Pedagang


Pernah dimuat di Wikimu pada Kanal Opini, Senin 12-05-2008 16:36:09

Sejak masa lampau, Indonesia yang dulunya adalah bagian dari Nusantara, merupakan gugusan pulau yang berada di jalur lalu lintas perdagangan dunia. Letak geografis daerah Nusantara yang diapit oleh dua benua dan dua samudera, menjadikan wilayah ini sangat strategis, sehingga selalu menjadi jalur yang dipilih oleh pedagang-pedagang di masa lampau sebagai tempat lintasan perdagangan. Bukan hanya karena jalurnya yang dekat untuk menuju belahan benua yang lain, tetapi juga terkenal cukup aman, baik karena ombak lautnya tidak begitu besar juga karena penduduknya dikenal ramah dan bersahabat. Di Nusantara para pedagang yang berdatangan dari seluruh penjuru dunia tersebut bukan hanya saling bertukar barang dagangan, tapi mereka juga mencari barang-barang produk lokal, seperti hasil alam dan pertanian untuk dibawa dan dijual ke belahan bumi yang lain.

Bangsa Nusantara pada waktu itu kebanyakan berprofesi sebagai pengumpul hasil alam, petani dan nelayan. Hanya sebagian kecil yang berprofesi sebagai pedagang. Pedagang-pedagang pribumi inilah yang kemudian menjadi orang-orang kaya dan menguasai sebagian besar perdagangan di Nusantara.

Sejak lama peran kaum pedagang yang kaya-raya sangat menentukan di dunia ini. Kolonialisme dan imperialisme yang dilancarkan kerajaan Belanda, Portugis, Spanyol dan Inggris ke daerah-daerah jajahan di seluruh dunia pada mulanya dipelopori oleh kaum pedagang. Sebagai contoh adalah VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie atau Perserikatan Perusahaan Hindia Timur), yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602, adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia karena diberi hak istimewa oleh pemerintah kerajaan Belanda secara ekonomi, politik maupun militer (perusahaan dagang ini boleh memiliki tentara dan persenjataan). Pedagang-pedagang itulah yang kemudian berdatangan ke Nusantara dengan maksud berdagang dan menguasai seluruh lalu lintas perdagangan barang, baik hasil alam maupun barang dagangan lainnya. Dengan kekuatan militer dan senjata, penguasaan mereka atas pengelolaan dan distribusi hasil kekayaan alam di Nusantara inilah yang kemudian menjadi berkembang menjadi penjajahan atau kolonialisme di Nusantara.

Di masa sekarang setelah Indonesia sudah lama merdeka, berdaulat dan memiliki sistem pemerintahan sendiri, kekuatan kaum pedagang tetap sangat menentukan arah kebijakan yang diambil pemerintah yang berdaulat. Segala sektor dan lini hampir tidak ada yang tidak dikuasai oleh para pemilik modal besar ini, sepanjang masih menguntungkan perdagangan atau bisnis mereka. Kekuatan lobbying kaum pedagang ini, tidak hanya menguasai pemerintahan lokal tapi juga sudah sampai mengendalikan pemerintah pusat.

Barang dagangan yang mereka perdagangkan tidak lagi hanya berupa rempah-tempah, hasil alam lainnya, bahan pakaian dan barang rumah tangga yang sederhana seperti yang mereka perdagangkan di masa lalu, tapi sudah begitu beragam, seperti kendaraan, barang-barang elektronik, barang tambang, bahan mentah industri, obat-obatan, barang kebutuhan pokok, pelayanan komunikasi, media massa, hak siaran televisi, perbankan, pasar saham dan bursa, valuta asing dan jasa sebagainya.

Demi melancarkan usaha berdagangnya tersebut para pedagang ini tidak segan-segan untuk melobi dan mempengaruhi pengambil kebijakan dan wakil rakyat. Segala taktik dan trik dilancarkan untuk memuluskan keinginan mereka. Dari mulai main suap sampai upaya strategis menempatkan orang-orang mereka di dalam susunan pengambil dan pemutus kebijakan. Dan akhirnya produk-produk politik seperti undang-undang dan kebijakan lainnya tidak akan pernah bisa terlepas dari kepentingan mereka.

Pada umumnya kepentingan kaum pedagang ini bertentangan dengan kepentingan rakyat kecil dimana kepentingan kaum pedagang adalah berupa keuntungan usaha yang berarti menghasilkan banyak uang, sedangkan kepentingan rakyat kecil adalah berupa kebutuhan akan bantuan dan pemberian, yang berarti mengeluarkan uang atau biaya. Bagi pengambil kebijakan tentulah lebih menarik untuk mendukung yang menghasilkan uang daripada yang menghabiskan uang. Walhasil, jadilah rakyat miskin dan melarat di negeri ini akan semakin terpinggirkan segala kepentingannya.

Maka kita pun jadi teringat akan sebuah syair lagu dangdut yang terkenal, "Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar