Apabila Anda sedang berkendaraan dan berhenti di dekat lampu lalu lintas (traffic light) di persimpangan jalan, biasanya di atas marka pembatas jalan dan tepat di tengah jalur untuk penyeberang jalan (zebra cross) akan bisa ditemui sebuah papan bertulisan :
BAGI ANDA PEJALAN KAKI TELAH DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG (UU) NO. 14 TAHUN 1992 PASAL 22, 23 DAN 26 SERTA PERATURAN PEMERINTAH (PP) NO. 43 TAHUN 1993 PASAL 28, 39, 55, 66 DAN 84.
Semua orang mungkin bisa membaca tulisan ini, namun sepertinya tidak semuanya memahami maksudnya. Barangkali sebagian orang tidak mengetahui dengan tepat isi undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut atau bahkan tidak pernah mengetahui undang-undang dan peraturan pemerintah apa itu. Jadi pada akhirnya disebabkan kurangnya pemahaman akan isi dan maksud dari tulisan tersebut, maka secara ironis terjadilah pelanggaran terhadap undang-undang dan peraturan tersebut, tepat di depan tulisannya.
Antara lain sering terlihat beberapa kendaraan, baik mobil atau sepeda motor berhenti pada saat lampu lalu-lintas berwarna merah tepat di atas zebra cross. Akibatnya orang yang hendak menyeberang jalan terpaksa berjalan secara zig-zag di antara mobil dan sepeda motor yang memenuhi persimpangan itu. Atau yang lebih parah lagi adalah dipenuhinya trotoar untuk pejalan kaki oleh sepeda motor-sepeda motor yang ingin mengambil jalan pintas di antara lalu lintas yang padat !
Perlindungan bagi pejalan kaki
Undang-undang No.14 Tahun 1992 adalah undang-undang yang berisi peraturan tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Pada pasal 22, 23 dan 26 dari undang-undang tersebut berisi perlindungan khusus bagi pengguna jalan yang berjalan kaki. Seperti disebutkan pada pasal 22 ayat (1) berbunyi : Untuk keselamatan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan ditetapkan ketentuan-ketentuan mengenai : butir (g) perilaku pengemudi terhadap pejalan kaki.
Pada pasal 23 ayat (1) disebutkan : Pengemudi kendaraan bermotor pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, wajib : butir (b) mengutamakan keselamatan pejalan kaki; dan pasal 26 ayat (1) menyebutkan : Pejalan kaki wajib berjalan pada bagian jalan dan menyeberang pada tempat penyeberangan yang telah disediakan bagi pejalan kaki, sedangkan ayat (2) : Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 adalah peraturan yang memperjelas secara terperinci UU No.14 tersebut di atas yang membahas mengenai prasarana dan lalu lintas jalan. Seperti pada pasal 28 ayat (1) disebutkan : Alat pemberi isyarat lalu lintas berfungsi untuk mengatur kendaraan dan atau pejalan kaki. Pada ayat (2) : Alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri dari : butir (b) lampu dua warna, untuk mengatur kendaraan dan/atau pejalan kaki.
Pada pasal 39 ayat (1) disebutkan : Fasilitas pendukung meliputi fasilitas pejalan kaki, parkir pada badan jalan, halte, tempat istirahat, dan penerangan jalan. Sedangkan pada ayat (2) : Fasilitas pejalan kaki sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri dari : a. trotoar ; b. tempat penyeberangan yang dinyatakan dengan marka jalan dan atau rambu-rambu; c. jembatan penyeberangan ; d. terowongan penyeberangan.
Pada pasal 55 dinyatakan pengemudi dilarang melewati: butir (b) kendaraan lain yang sedang memberi kesempatan menyeberang kepada pejalan kaki atau pengendara sepeda.
Pada pasal 66 ayat (1) : Setiap jalan dapat dipergunakan sebagai tempat berhenti atau parkir apabila tidak dilarang oleh rambu-rambu atau marka atau tanda-tanda lain atau di tempat-tempat tertentu. Pada ayat (2) dipertegas : Tempat-tempat tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yaitu : butir (a) sekitar tempat penyeberangan pejalan kaki, atau tempat penyeberangan sepeda yang telah ditentukan; butir (b) pada jalur khusus pejalan kaki.
Juga pada pasal 84 dinyatakan pengemudi kendaraan bermotor wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki : butir (a) yang berada pada bagian jalan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki; butir (b) yang akan atau sedang menyeberang jalan.
Fasilitas yang semakin minim untuk pejalan kaki
Dengan semakin banyaknya jumlah kendaraan bermotor, baik mobil ataupun sepeda motor, maka posisi pejalan kaki semakin terpinggirkan di jalan-jalan kota besar. Lebar jalan yang semakin tidak mencukupi untuk menampung padatnya arus lalu lintas di jalan, menjadikan trotoar sebagai bagian dari hak para pejalan kaki - seperti disebutkan di dalam undang-undang dan peraturan pemerintah di atas - terpaksa dipersempit untuk menambah luas badan jalan.
Trotoar yang dulunya berukuran 5 feet atau kaki - istilah yang kemudian diucapkan secara terbalik menjadi kaki lima - sekarang di beberapa ruas jalan ukurannya hanya tersisa sekitar 2 kaki (1 kaki = 0,305 meter) atau sekitar 60 centimeter saja. Coba bandingkan dengan ukuran sebelumnya selebar 5 kaki atau kurang lebih 1,5 meter. Ukuran trotoar selebar 60 centimeter ini pastilah tidak cukup untuk dilalui oleh dua orang pejalan kaki yang berjalan dari dua arah yang berbeda. Apabila mereka bertemu maka salah seorang harus mengalah turun ke badan jalan, dan ini berarti adalah bahaya yang akan dihadapinya di tengah lalu lintas kendaraan yang melaju. Resiko tertabrak oleh kendaraan-kendaraan yang melintas cepat akan menjadi mungkin terjadi.
Istilah untuk trotoar yang berukuran 60 centimeter ini tentu tidak bisa lagi disebut kaki lima, tapi lebih tepat disebut catwalk. Istilah ini adalah untuk jalan kecil berupa jembatan yang biasa terdapat diantara dua atap gedung yang berdekatan. Dikarenakan ukurannya yang sempit dan sering dilalui kucing yang melintasi di antara dua atap gedung tersebut, maka disebut catwalk. Walaupun kemudian nama tersebut lebih populer sebagai panggung untuk peragaan busana.
Nah, bagaimana kalau trotoar tersebut kemudian habis tergusur oleh pelebaran jalan? Kemana para pejalan kaki - yang katanya sudah dilindungi oleh undang-undang tersebut - harus menapakkan kakinya di jalan? Kondisi ini menjadikan saya teringat akan cerita kitab suci mengenai jalan sempit yang disebut Sirotal Mustaqim (dari bahasa Arab bermakna jalan yang lurus menuju surga) atau diterjemahkan secara bebas oleh sineas film menjadi titian serambut dibelah tujuh. Coba Anda bayangkan betapa susahnya berjalan di jalan sesempit itu. Kalau dianggap para pejalan kaki berjalan di trotoar Sirotal Mustaqim, bisa-bisa bila mereka tidak cukup "pahala" akan dengan mudah tergelincir oleh kelebatan "malaikat maut" yang naik kendaraan bermesin yang melaju cepat. Aduh, mengerikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar