Pernah dimuat di Wikimu pada Kanal Opini, Kamis 29-05-2008 13:44:39
Sepuluh tahun reformasi politik di Indonesia memang belum menunjukkan dampak yang nyata terhadap kesejahteraan ekonomi rakyat. Upaya mengubah sistem pemerintahan dari sentralisasi ke arah pendekatan desentralisasi dengan diterapkannya otonomi daerah masih belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap kesejahteraan rakyat di daerah, kecuali bertambahnya kesejahteraan para pejabat daerahnya saja. Bagi-bagi kue kekuasaan berujung kepada terkurasnya sumber daya alam yang hasilnya bukan mensejahterakan rakyat di daerah tetapi lebih cenderung menambah pundit-pundi kekayaan pejabat-pejabatnya dan orang-orang tertentu saja. Banyak daerah yang kaya akan sumber daya alam dan tinggi pendapatan daerahnya tetapi rakyatnya masih ada yang menderita busung lapar, kurang gizi, pengangguran dan putus sekolah.
Mencari nafkah di partai politik
Permasalahan utama yang menyebabkan reformasi seperti jalan di tempat adalah tidak jelasnya kelanjutan komitmen reformasi itu sendiri. Komitmen yang dicanangkan di awal-awal gemuruhnya semangat reformasi yang diteriakkan di telinga rakyat dan janji-janji politik para penggagas reformasi, ternyata belum bisa dibuktikan oleh politikus-politikus yang kemudian bermunculan. Politikus-politikus dadakan dan oportunis bermunculan bak jamur di musim hujan. Mereka mengisi sebagian besar keanggotaan partai dan juga duduk di kursi dewan. Tak jelas karir politik mereka sebelumnya, ternyata setelah reformasi digulirkan mereka sudah aktif berpolitik dan gaungnya lebih menyalak dari pada politikus yang sudah berpengalaman. Bahkan banyak yang sebelumnya berstatus (maaf) preman dan pekerja kasar yang pendidikan sangat tidak jelas dan keintelektualannya tidak bisa dijamin bisa menjadi anggota partai dan duduk sebagai anggota dewan. Dan ini fakta yang bisa ditemui di banyak daerah, dibuktikan ada beberapa anggota dewan yang ijasah kesarjanaan bahkan ijasah sekolahnya terbukti palsu.
Biarpun seorang politikus dadakan tapi kalau mempunyai komitmen yang kuat untuk menegakkan cita-cita reformasi dan mengutamakan kepentingan rakyat sudah tentu termasuk politikus yang sangat diharapkan tampil di depan panggung politik Indonesia. Namun apabila para politikus oportunis yang banyak mengambil peran – baik politikus lama maupun dadakan – bisa dibayangkan bagaimana nasib bangsa Indonesia ke depannya nanti.
Mereka para politikus oportunis tersebut menjadikan partai dan kedudukannya dalam keanggotaan dewan maupun posisi jabatan di pemerintahan adalah sebatas sarana untuk mencari nafkah saja bukan sebagai wahana pengabdian, sehingga pada akhirnya yang menjadi tujuan bukanlah kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat, melainkan bagaimana menambah jumlah kekayaan pribadi lebih banyak lagi. Orang-orang seperti ini tidak bisa diharapkan memajukan bangsa ini, bahkan bisa menjadi penghancur masa depan bangsa dan memiskinkan rakyat. Memang tidak ada yang menyalahkan kalau politikus tersebut mencari nafkah di politik, tapi seharusnya yang halal dan resmi saja, bukan mengambil yang bukan haknya (korupsi).
Mahasiswa dan pemuda sebagai politikus berintelektual
Peran politik mahasiswa belum ditunjukkan secara penuh oleh mahasiswa sekarang ini. Padahal hak dipilih dan memilih seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Banyak mahasiswa dan pemuda masih bereaksi secara keliru dan berkesan sesaat atas suatu kejadian yang merupakan akibat langsung dari kebijaksanaan politik yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Memilih untuk golput atau berdemo bila melihat suatu ketimpangan biasa menjadi pilihan, padahal tindakan tersebut biasanya bersifat kontra produktif dan hanya membuahkan cibiran banyak pihak. Seharusnya mahasiswa dan pemuda sudah mulai merapatkan barisan dan mengajukan ide-ide politik dan pembangunan ke dalam bentuk sarana yang resmi, misalkan sebuah partai politik.
Seperti diketahui hubungan mahasiswa antar kampus sudah terjalin dengan baik, seperti adanya Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa se-Indonesia. Selain modal jaringan yang jelas dan meliputi wilayah yang luas, modal SDM yang berdedikasi, mempunyai loyalitas tinggi dan berintelektual juga merupakan modal dasar yang kuat untuk membentuk suatu partai politik yang handal. Masalah pendanaan mungkin bisa dirintis dari swadaya mahasiswa sebagai anggota partai. Kalau perlu BEM mendirikan suatu badan usaha dengan bidang usaha yang bisa dipasarkan di kalangan mahasiswa dan masyarakat, seperti kos-kosan, laundry, sewa-menyewa komputer, pengetikan dan lain sebagainya. Hasil usaha yang dijalankan dari, oleh dan untuk mahasiswa ini dapat dijadikan dana penggerak operasional partai. Sedangkan untuk pengurus inti partai dan yang dapat ditunjuk sebagai wakil partai di dewan adalah mahasiswa strata satu tingkat akhir, mahasiswa majister, doktoral atau para alumnus yang dianggap kompeten mewakili suara para mahasiswa. Para wakil rakyat dari partai mahasiswa dapat membawa suara dan program partai yang merupakan hasil musyawarah nasional (munas), di mana di dalam munas tersebut ditunjuk pula wakil-wakil partai dimaksud dan juga pengurus-pengurus partai di seluruh Indonesia.
Mahasiswa harus membuktikan diri sebagai pembela rakyat
Sudah saatnya para mahasiswa mengganti strategi parlemen jalanan ke parlemen yang sebenarnya. Premanisme yang mewarnai demonstrasi mahasiswa sudah saatnya ditinggalkan. Jaket almamater hendaknya jangan lagi berlumuran darah akibat pukulan dan tembakan aparat, tapi gantilah dengan keringat karena berpikir dan bekerja untuk kepentingan rakyat. Teriakan-teriakan di tengah jalan dapat dipindah ke ruang siding dewan menjadi suara-suara yang tegas dan penuh ide brilian. Ayo, para mahasiswa seluruh Indonesia, buktikan keintelektualan kalian dengan kerja nyata di lapangan politik. Buktikan pula bahwa kalian bukan hanya bisa protes tapi juga bisa bekerja. Apabila partai ini bisa terwujud, saya yakin rakyat banyak akan mendukung kalian, termasuk saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar