Pernah dimuat di Wikimu pada Kanal Opini, Rabu 21-05-2008 16:27:01
Peringatan Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei lalu, menyisakan banyak pertanyaan di benak kebanyakan orang, bisakah bangsa Indonesia bangkit dari keterpurukan ekonomi dan sosial seperti sekarang ini ?
Menjawab pertanyaan tersebut Presiden Susilo Bambang Yodhoyono pun mendeklarasikan Indonesia Bisa, pada peringatan puncak 100 Tahun Kebangkitan Nasional yang digelar di Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, Selasa 20 Mei malam. Berikut petikan pidato Presiden SBY pada acara tersebut :
"Saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang saya cintai dan saya banggakan. Dengan terlebih dahulu memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa dan dengan menyampaikan rasa hormat, terimakasih, dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para pahlawan dan pejuang bangsa, bertepatan dengan 100 Tahun Kebangkitan Nasional ini saya mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk menyatukan tekad meneruskan pembangunan bangsa menuju Indonesia maju dan sejahtera di abad 21," kata Presiden. "Tantangan yang kita hadapi untuk menjadi negara maju dan sejahtera akan makin berat dan kompleks, tetapi kita percaya dengan ridho Allah SWT dan dengan persatuan kebersamaan dan kerja keras kita semua cita-cita ini bisa kita wujudkan," lanjutnya.
"Dengan kemandirian, daya saing, dan peradaban bangsa yang makin tinggi, Indonesia bisa menjadi negara maju dan sejahtera. Oleh karena itu Saudara-saudara, pada hari yang bersejarah ini mari bersama-sama kita gelorakan Indonesia Bisa," ajak Presiden.
Deklarasi ini ditutup teriakan "Indonesia" dari Presiden SBY, yang disambut gemuruh massa yang hadir di stadion yang membalas dengan teriakan "Bisa, bisa, bisa!".
Sebelum mendeklarasikan ini, Presiden menyerahkan obor di podium kehormatan kepada 2 anak bangsa yang berprestasi, yaitu Syefrizal Nanda Wardani dari Trenggalek Jawa Timur, pemenang medali emas internasional Olimpiade Astronomi, dan Laila Maughibah dari Bogor, Jawa Barat, pemenang medali emas Wizard Mathematics International Competititon. Kedua pelajar berprestasi ini kemudian membawa obor dari Presiden SBY menuju obor besar yang tersedia, dan kemudian dinyalakan, usai deklarasi "Indonesia Bisa." (Disalin dari www.presidensby.info).
Sarjana-sarjana yang brilian dan berani
Inti dari isi pidato Presiden SBY tersebut secara tersirat menyampaikan bahwa bangsa kita memiliki modal utama untuk bangkit yaitu SDM yang tidak kalah dengan bangsa lain yang telah maju.
Pendapat yang tersirat dari pidato Presiden SBY mengenai SDM kita memang tidak salah, karena sejarah kebangkitan nasional kita membuktikan bahwa cukup dengan beberapa orang saja seperti Dr. Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo dan kawan-kawan lainnya ternyata telah mampu membangkitkan Indonesia dari ketertindasan penjajahan yang telah berlangsung 3,5 abad lebih.
Perjuangan politik mereka tidak terlepas dari pengaruh perubahan politik dunia secara global. Perubahan politik dunia setelah terjadinya Revolusi Perancis (1789-1799) ikut mempengaruhi pemikiran kaum terpelajar Indonesia beberapa abad kemudian. Semangat "liberty, egality, dan fraternity" (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan) yang merupakan jargon Revolusi Perancis yang sangat terkenal ikut menyemangati gerak langkah perjuangan para penggagas nasionalisme Indonesia tersebut.
Ide-ide tentang nasionalisme kebangsaan Indonesia yang mereka cetuskan tersebut 20 tahun kemudian melahirkan Sumpah Pemuda yang dideklarasikan oleh perwakilan pemuda dan pemudi Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 dan pada akhirnya semangat kebangsaan Indonesia yang luar biasa tersebut pula yang mampu mendorong lahirnya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 37 tahun kemudian.
Sarjana-sarjana di masa sekarang
Setiap tahun ratusan ribu lulusan perguruan tinggi terlahir di negeri ini. Sarjana-sarjana tersebut kemudian berebut mengisi peluang-peluang kerja yang ada dan yang belum beruntung terpaksa menunggu peluang-peluang berikutnya yang mungkin akan terbuka. Bagi yang lebih kreatif dan berani mungkin akan mencoba menjadi pengusaha atau mencoba peluang beriwiraswasta.
Secara kuantitas jumlah lulusan perguruan tinggi sekarang pastilah lebih banyak dibandingkan dengan masa terbentuknya Budi Oetomo dulu. Bahkan dari segi kualitas keilmuan pasti juga lebih baik, karena kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan di masa sekarang sudah sangat pesat sehingga hampir tidak ada lagi kesulitan bagi seseorang untuk memperoleh informasi keilmuan.
Namun ada satu pertanyaan yang cukup menggelitik dan sangat membutuhkan jawaban, mampukah ratusan sarjana yang terlahir setiap tahun tersebut berbuat dan berkiprah untuk melanjutkan perjuangan yang telah dilakukan Dr. Wahidin dan kawan-kawannya ? Atau mungkin sarjana-sarjana itu tidak lebih dari para pencari kerja biasa yang tidak sanggup lagi berbuat lebih untuk bangsa ini selain memikirkan perutnya sendiri ? Apakah perjuangan para intelektual kita tersebut hanya bisa sebatas demo-demo dan ketika menerima tanggung jawab langsung ternyata terjebak juga dalam lingkaran setan korupsi ? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini berada pada diri kita semua. Bagaimana sarjana-sarjana Indonesia ?
Sumber: www.presidensby.info
Tidak ada komentar:
Posting Komentar